The effect of male, ejaculation period and parent weight on pregnancy level and kid delivery
Salah satu upaya meningkatkan mutu genetik domba Garut tipe pedaging adalah dengan mengawinsilangkan dengan sesama domba tropis yang memiliki performan badan yang baik. Domba St. Croix telah banyak digunakan untuk menyilangkan domba Ekor Tipis pada skala stasium percobaan. Penelitian lapangan ini di...
Saved in:
Main Authors | , |
---|---|
Format | Conference Proceeding |
Language | English |
Published |
Bogor (Indonesia)
Puslitbangnak
2000
|
Subjects | |
Online Access | Get more information |
Cover
Loading…
Summary: | Salah satu upaya meningkatkan mutu genetik domba Garut tipe pedaging adalah dengan mengawinsilangkan dengan sesama domba tropis yang memiliki performan badan yang baik. Domba St. Croix telah banyak digunakan untuk menyilangkan domba Ekor Tipis pada skala stasium percobaan. Penelitian lapangan ini dilakukan di Desa Tenjonagara, Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut (Jawa Barat) dinilai merupakan daerah sumber bibit domba Garut yang untuk tujuan daging. Diharapkan lokasi ini tidak mengganggu sumber plasma nutfah domba Garut asli yang cenderung sebagai tipe adu. Jumlah peternak responden yang terlibat sebanyak 37 orang dengan kisaran jumlah induk yang diambil sampel berkisar antara 1 sampai 8 ekor. Sebelum dilakukan persilangan di lapangan maka pejantan yang akan digunakan untuk mengawini ternak telah dilakukan evaluasi dan seleksi tingkat kesuburannya di stasiun percobaan Cilebut. Sistem kawin yang digunakan dengan menggunakan inseminasi buatan, dimana terlebih dahulu ternak diserentakan berahinya. Setelah menjelang umur 60 hari dari sejak di IB, ternak diperiksa kebuntingannya dengan menggunakan USG dan diduga jumlah janin yang terdapat dalam kandungan ternak tersebut. Data yang terkumpul dianalisis dengan beberapa pendekatan, diantaranya untuk menguji perbedaan rataan nilai parameter digunakan uji T-test sedangkan untuk melihat interaksi pengaruh pejantan, periode ejakulasi dan kelompok bobot betina terhadap jumlah janin yang dikandung digunakan general linier model. Alat bantu untuk menghitung dengan menggunakan paket statistik SAS. Hasil penimbangan ternak betina saat akan di IB memiliki rataan sebesar 25,28 kurang lebih 5,94 kg, dimana bobot rataan tertinggi didapat pada induk yang di IB dengan pejantan E3, sedangkan rataan bobot betina terendah diperoleh dari induk yang di IB oleh pejantan E3. Uji T-test terhadap rataan bobot betina yang di IB tidak menunjukkan adanya perbedaan yang kuat (P lebih besar dari 0,05). Kegagalan kebuntingan tertinggi dicapai pada kelompok betina dengan bobot kurang dari 20 kg. Apabila dilihat dari pejantannya maka pejantan E3 memiliki tingkat kegagalan menghasilkan induk bunting yang tertinggi yaitu 15,4 persen. Hal ini diduga karena pengaruh transportasi semen, dimana pada pejantan E3 semen dikoleksi di Bogor. Sedangkan untuk dua pejantan lainnya dilakukan di lapangan. Tingkat keberhasilan IB mendekati angka 80 persen, dengan pendugaan jumlah janin sebanyak 2 ekor merupakan persentase terbesar yaitu 44,3 persen atau sebanyak 35 ekor domba yang diamati. Sementara untuk pendugaan anak tunggal sebesar 32,9 persen dan untuk anak kembar tiga sebesar 2,2 persen. Sisanya sebesar 20,6 persen merupakan pendugaan negatif atau gagal mendapatkan kebuntingan |
---|---|
Bibliography: | 2004000437 L10 L53 |
ISBN: | 9789798308338 9798308336 |