Performance of the first and second generation composite breed resulting from crossing between local Sumatra sheep and hair sheep

Improving sheep productivity can be conducted by genetic improvement and improving environmental factors. Genetic improvement usually can be done by selection and creating composite or synthetic breed by crossbreeding. Composite breed created by crossbreeding between different breeds and followed by...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Published inJurnal Ilmu Ternak dan Veteriner Vol. 3; no. 2
Main Authors Subandriyo, Setiadi, B, Dwiyanto, K, Handiwirawan, E. (Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor (Indonesia)), Rangkuti, M, Doloksaribu, M, Batubara, L.P, Romjali, E, Eliaser, S
Format Journal Article
LanguageEnglish
Published 1997
Subjects
Online AccessGet more information

Cover

Loading…
More Information
Summary:Improving sheep productivity can be conducted by genetic improvement and improving environmental factors. Genetic improvement usually can be done by selection and creating composite or synthetic breed by crossbreeding. Composite breed created by crossbreeding between different breeds and followed by selection. The study of crossing between Sumatra sheep with fat-tail sheep from East Java, St. Croix hair sheep (US) and Barbados Blackbelly hair sheep has been carried out since 1986, and show that the crossbred are better intern of production and reproduction. In 1996/1997, the first generation (F1) of composite breed (KOM) has been created by crossing between Barbados Cross (BC) rams and St. Croix Cross (HC) ewes or reciprocally. The second generation (F2) of composite breed has been created by inter-se mating. However, F1-KOM and F2-KOM vary in their performances, therefore selection should be conducted. The results showed that birth weight and weaning weight of crossing between BC rams and HC ewes tended to be heavier than those of reciprocal crossing between HC rams dan BC ewes, but the differences were not significant (P0.05). Birth weight and weaning weight of crossing between BC rams with HC ewes and reciprocal cross were 2.48 +- 0.70 kg (n=791), 12.50 +- 3.26 kg (n=640) and 2.37 +- 0.62 kg (n=147), 12.29 +- 3.30 kg (n=122), respectively. Meanwhile, observations of inter-se mating of F1-KOM showed that the weight at the first mating was 26.7 +- 3.82 kg (n=80), age of dam at the first lambing was 15.7 +- 1.73 months (n=83), weight at post-partum was 29.86 +- 3.30 kg, and litter size at the first parity was 1.43 +- 0.59 (n=83). The mean of age at the first mating of KOM was around 10.7 months. Mean of mating weight at the second parity was 28.29 +- 3.51 kg (n=11), age of dam at the second lambing was 20.6 +- 1.99 month (n=11), post-partum weight was 26.92 +- 4.03 kg (n=11) and litter size was 1.64 +- 0.81 (n=11). Weaning weight of F1-KOM, F2-KOM, BC, HC and St. Croix (H) after adjusted by season, sex, age of dam and type of birth were significantly different among F1-KOM with F2-KOM, BC, HC and H. However, there were no significantly different among F2-KOM with BC and HC. The results of the study indicated that for improving selection response, the corrections or adjustments of environmentaly induced superiority (sex, type of birth and age of dam at lambing) for every genotype and certain generation should be conducted, in order to increase the rate of genetic improvement Usaha meningkatkan produktivitas ternak domba pada dasarnya dapat melalui dua pendekatan, yaitu perbaikan faktor genetik dan perbaikan faktor lingkungan. Peningkatan mutu genetik ternak domba dapat dilakukan dengan cara seleksi dan pembentukan bangsa baru melalui kawin silang. Pembentukan bangsa baru pada umumnya dilakukan dengan cara perkawinan ternak dari bangsa yang berbeda (crossbreeding) yang disertai dengan kegiatan seleksi dan ini merupakan cara yang cepat untuk meningkatkan laju pertumbuhan ternak. Penelitian persilangan antara domba lokal Sumatera dengan domba ekor gemuk dari Jawa Timur, domba rambut dari St. Croix (Amerika Serikat) dan domba bulu Barbados Blackbelly telah dilakukan sejak tahun 1986, dan ternyata bahwa persilangan dengan domba rambut impor memberikan hasil yang lebih baik dari segi produksi dan reproduksinya. Pada tahun 1996/1997 telah terbentuk generasi pertama (F1) domba komposit atau sintetis (KOM) yang merupakan hasil perkawinan antara pejantan Barbados Cross (BC) dengan betina St. Croix cross (HC) atau sebaliknya. Di samping itu, pada tahun 1996/1997 telah dihasilkan pula generasi kedua domba sintetis yang merupakan hasil perkawinan interse antar domba KOM, namun F1 dan F2 ini masih beragam dan perlu pemantapan dengan jalan seleksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot lahir dan bobot sapih hasil perkawinan pejantan BC dengan betina HC cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan hasil perkawinan antara pejantan HC dengan betina BC, namun tidak berbeda nyata (P 0,05). Rataan bobot lahir hasil perkawinan pejantan BC dengan betina HC dan sebaliknya masing-masing adalah 2,48 +- 0,70 kg (n= 791) dan 2,37 +- 0,62 kg (n=147), sedangkan bobot sapihnya masing-masing adalah 12,50 +- 3,26 kg (n=640) dan 12,29 +- 3,30 kg (n=122). Sementara itu, observasi terhadap hasil perkawinan inter-se domba KOM menunjukkan bahwa bobot badan kawin pertama adalah 26,7 +- 3,82 kg (n=80), beranak pertama pada umur 15,7 +- 1,73 bulan (n=83) dengan bobot badan setelah melahirkan 29,86 +- 3,30 kg, serta jumlah anak per kelahiran pada paritas pertama adalah 1,43 + 0,59 ekor (n=83). Dengan demikian, domba KOM ini kawin pertama pada umur sekitar 10,7 bulan. Rataan bobot kawin pada paritas kedua adalah 28,29 +- 3,51 kg (n=11). Umur beranak kedua adalah 20,6 +- 1,99 bulan (n=11), dengan bobot badan setelah melahirkan sekitar 26,92 +- 4,03 kg (n=11), serta jumlah anak per kelahiran sebesar 1,64 +- 0,81 (n=11). Perbandingan antara bobot sapih domba KOM generasi pertama (F1), generasi kedua (F2), BC, HC dan St. Croix (H) setelah dikoreksi terhadap musim kelahiran, jenis kelamin, umur induk waktu beranak dan tipe kelahiran menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara domba KOM generasi pertama (F1) dan domba KOM generasi kedua (F2), BC, HC dan H. Sementara itu, antara domba M generasi kedua (F2), dengan BC dan HC tidak terdapat perbedaan yang nyata. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa di dalam melakukan seleksi, koreksi terhadap faktor lingkungan (jenis kelamin, tipe kelahiran dan umur induk waktu beranak) harus dilakukan untuk setiap genotipe pada generasi tertentu.
Bibliography:2000000124
L10
L01
ISSN:0853-7380