HARMONISASI SOSIAL BERBASIS KEARIFAN LOKAL ISLAMI DALAM MASYARAKAT TANÈAN LANJÂNG MADURA

Masyarakat Madura seringkali terjebak dalam stereotipe karena dua hal. Pertama, konflik dalam masyarakat Madura kadang berujung carok. Kedua, para peneliti Madura cenderung memusatkan perhatian pada tindak kekerasan dan perilaku carok. Stereotipe itu pun berakibat pada budaya budaya pemukiman tanèan...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Published inJurnal Asy-Syukriyyah Vol. 23; no. 2; pp. 177 - 194
Main Authors Majid, Ach. Nurholis, Muzakki, Zubairi, Amini, Izzat
Format Journal Article
LanguageEnglish
Published 09.12.2022
Online AccessGet full text

Cover

Loading…
More Information
Summary:Masyarakat Madura seringkali terjebak dalam stereotipe karena dua hal. Pertama, konflik dalam masyarakat Madura kadang berujung carok. Kedua, para peneliti Madura cenderung memusatkan perhatian pada tindak kekerasan dan perilaku carok. Stereotipe itu pun berakibat pada budaya budaya pemukiman tanèan lanjâng. Padahal beberapa fakta menyatakan bahwa sistem permukiman tanèan lanjâng menjadi suatu lingkungan yang nihil carok. Masyarakat tanèan lanjâng di Omben, Kabupaten Sampang misalnya telah menjadi best practice dalam mengelola konflik sehingga menjadi suatu daerah nihil carok. Artikel ini hendak mencari dua hal. Pertama, pola harmonisasi dalam kehidupan masyarakat tanèan lanjâng. Kedua, berusaha menginventarisasi penguat harmonisasi sosial dalam masyarakat Madura yang dikemas dalam sistem tanèan lanjâng. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan jenis studi kasus. Data-data dikumpulkan dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Sementara analisis data dilakukan dengan siklus analisis data interaktif. Dalam menguji keabsahan data dilakukan triangulasi sumber, metode, dan waktu. Kesimpulan yang didapat antara lain, pola harmonisasi sosial dalam kearifan lokal masyarakat tanèan lanjâng, terdiri dari empat pola. Pertama, Rasionalitas instumental yang ditujukan untuk terciptanya kerukunan dan keharmonisan. Kedua, rasionalitas nilai yang diwariskan para leluhur. Ketiga, tindakan tradisional yang didasari oleh asas-asas kearifan lokal yang mengakar sebagai tradisi. Keempat, tindakan afektif yang merupakan dorongan reflektif emosi dan perasaan. Sementara itu, kehidupan harmoni dalam masyarakat tanèan lanjâng dikuatkan oleh dua simpul pengikat. Pertama, kekeluargaan. Entitas kekeluargaan yang tergambar dalam struktur bangunan dan keluarga batih dalam pemukiman tanèan lanjâng. Kedua, kehidupan harmoni dalam masyarakat tanèan lanjâng diperkuat oleh tradisi dan dogma agama yang diinternalisasi secara kontinyu.
ISSN:1693-136X
2715-6753
DOI:10.36769/asy.v23i2.264